2. Etika Jurnalistik
Pengertian Etika Jurnalistik
Secara sederhana, etika jurnalistik bisa
diartikan sebagai nilai atau norma yang harus dijadikan sebagai pedoman oleh
para pelaku jurnalistik (reporter, redaktur, lay-outer). Biasanya setiap media
punya seperangkat etika yang mengikat anggotanya. Inti dari semua pedoman
tersebut adalah mengatakan kebenaran.
Perlunya Etika dalam Jurnalistik
Media massa punya pengaruh. Diantaranya bisa
membentuk opini publik. Pengaruh itu bisa baik tapi juga bisa buruk. Salah satu
pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan media adalah merugikan pembaca dengan
memberikan informasi yang salah.
Etika diperlukan untuk menjamin bahwa berita
diliput dan disampaikan dengan cara yang benar. Artinya, tidak menipu pembaca
maupun sumber berita. Etika mengatur tata cara wartawan baik saat melakukan
liputan, sampai menuliskannya menjadi berita.
Beberapa pedoman etika
yang harus diperhatikan:
1.
Mengaku sebagai wartawan
Jangan menyamar atau berpura-pura. Narasumber harus diberi
kesempatan untuk tahu bahwa dia sedang berbicara dengan seorang wartawan.
Reaksi orang akan berbeda saat tahu bahwa dia menghadapi wartawan.
2.
Melindungi narasumber rahasia
Ada kemungkinan seorang narasumber kunci mau memberikan
informasi, tapi tidak mau disebutkan identitasnya. Mungkin dia takut, sungkan
atau demi keamanan. Tapi sebelum memberi jaminan kerahasiaan, wartawan harus
berusaha untuk diijinkan menyebut identitas narasumber.
3.
Mencari narasumber yang benar-benar cocok
Pilih narasumber yang benar-benar sesuai dengan tema berita.
Bila kita salah memilih narasumber maka informasi yang kita dapatkan
kemungkinan akan melenceng dari yang sebenarnya.
4.
Tidak menerima suap, hadiah, atau fasilitas lain dari narasumber
Bagaimanapun juga seorang wartawan yang telah ‘diberi
sesuatu’ oleh narasumber, akan cenderung berpihak kepada pihak pemberi. Tentu
saja hal ini akan mempengaruhi isi berita yang ditulis oleh si wartawan.
5.
Memperhatikan keakuratan data
Jangan percaya begitu saja dengan informasi yang datang dari
satu pihak. Setiap informasi harus di cek kebenarannya. Dalam menyebut nama,
istilah, angka, kita juga teliti.
6.
Memberi kesempatan klarifikasi
Jika memberitakan tuduhan pada seseorang, wartawan harus
memberi kesempatan kepada tertuduh untuk membela diri (klarifikasi)
7.
Melaporkan secara berimbang.
Kalau ada dua informasi atau pendapat yang bertentangan,
harus ditulis secara seimbang. Pembaca harus diberi tahu bahwa ada beberapa
cara pandang yang berbeda.
8.
Membedakan dengan tegas fakta dan pendapat pribadi
Fakta sering bercampur baur dengan pendapat pribadi. Tugas
wartawan adalah memisahkannya sehingga menjadi jelas batas antara informasi
yang sebenarnya (fakta) dengan pendapat pribadi, bukan justru mengaburkannya.
9.
Menggunakan bahasa dengan tepat
Jangan menipu pembaca dengan memilih bahasa yang menipu atau
mengarahkan. Misalnya, judul berita tidak sesuai dengan isinya. Hindari memakai
kata-kata yang mengarahkan opini, seperti ‘diduga keras’ atau ‘disinyalir’.
Harus ada sumber berita yang ‘menduga keras’ atau ‘mensinyalir’ sesuatu. Juga
harus ada bukti kuat yang mendukung dugaan tersebut.
10. Jangan menyembunyikan
fakta
Karena tidak sesuai kepentingannya, bisa jadi seorang
wartawan akan menyembunyikan informasi tertentu. Tindakan ini tergolong jenis
pelanggaran etika jurnalistik yang tergolong berat.
Konsekuensi bagi media atau wartawan yang bersangkutan,
melanggar etika berarti kehilangan kepercayaan, baik dari pembaca maupun
narasumber.
STUDI KASUS PADA
PROFESI JURNALISTIK:
Pelanggaran Etika Profesi Jurnalistik Dikarenakan Sumber Berita Tidak
Jelas.
Ketika pesawat Adam Air jatuh di laut
Majene, Sulawesi Barat, pada Januari 2007, hampir semua pers melakukan kesalahan
fatal. Hanya beberapa jam setelah pesawat itu jatuh,sebagian besar pers
mewartakan bahwa pesawat tersebut jatuh di daerah tertentu. Tak hanya itu,
ada pula pers yang langsung memberitakan bahwa rangka pesawat telah
ditemukan. Lebih dahsyat lagi sampai ada yang memberitakan bahwa "sembilan
korban ditemukan masih hidup."Ini luar biasa. Kenapa? Karena setelah
setahun peristiwa itu terjadi, ternyata semua berita tentang di mana
jatuhnya pesawat itu dan jumlah korban yang hidup sama sekali tidak benar.
Di mana pesawat jatuh pun tidak diketahui.Nasib korban juga tidak
diketahui. Tetapi, saat itu ada pers yang sampai berani mengatakan
bahwa "para korban sedang dievakuasi." Blackbox
pesawat ini baru ditemukan setahun kemudian di bawah kedalaman 2.000meter laut.
Itu pun setelah ada pencarian khusus dengan bantuan AmerikaSerikat.
Pelanggaran kode etik yang dilakukan di
sini adalah karena pers yang memberitakan
kasus ini tidak mengecek lebih dahulu dari mana asal usul sumber berita itu.
Ketika dimintai konfirmasinya, dari mana sumber berita itu--yang mempunyai data
yang keliru, ternyata sumber berita tersebut imajiner alias tidak jelas.
Pelanggaran kedua, tidak pernah ada permintaan maaf dari pers terhadap
peristiwa ini. Padahal, menurut Kode Etik Jurnalistik, apabila pers
mengetahui bahwa berita yang disiarkannya keliru, maka merekaharus segera
meralat dan meminta maaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar